Kamis, 02 April 2009

Sultan Muhammad Al Fateh, Pemimpin Yang Dijanjikan


al-fateh.jpgSultan Muhammad Al Fateh (محمد الفاتح) atau yang disebut juga Mehmed II The Conqueror dilahirkan pada tanggal 29 Maret 1432. Saat kelahirannya pun sudah terdapat isyarat bahwa dia nantinya akan menjadi orang besar yang membuat sejarah besar. Ketika berita kelahirannya disampaikan, ayahnya, Sultan Murad II sedang membaca Al Quran tepat pada Surat Al Fath ayat 1:

“Sesungguhnya Kami telah memberikan padamu kemenangan yang nyata.”

Kelahirannya ada pertanda

Menjelang kelahirannya, Sultan Murad sebenarnya sedang mempersiapkan penyerbuan ke Konstantinopel (Constantinople), ibu kota Kekaisaran Romawi Timur atau Byzantium. Setelah anaknya Muhammad lahir, datanglah seorang ulama besar Islam ke istana Sultan dan beliau mengatakan bahwa bayi itulah yang nantinya akan menaklukkan Konstantinopel seperti sabda Rasulullah SAW:

“Konstantinopel akan jatuh di tangan seorang pemimpin yang sebaik-baik pemimpin, tentaranya sebaik-baik tentara, dan rakyatnya sebaik-baik rakyat.”

Ulama itu bernama Syeikh Syamsuddin Al Wali dari Khurasan (sekarang Uzbekistan). Beliau adalah seorang syeikh tarekat Naqsyabandiyah. Sultan Murad sangat yakin dengan ilham Syeikh Syamsuddin Al Wali sehingga baginda menyerahkan putera mahkota yang masih kecil kepada Syeikh Syamsuddin untuk dididik.

Didikan tarekat sufi dan kecakapan perang

Syeikh Syamsuddin mendidik muridnya ini dengan disiplin tarikat yang cukup keras. Penuh dengan latihan mengekang hawa nafsu dan hidup susah sehingga hasilnya Pangeran Muhammad menjadi seseorang yang berjiwa kuat dan sangat tahan dalam menghadapi ujian. Beliau dididik memiliki cita-cita besar yaitu menepati janji Tuhan melalui Rasulullah SAW: menaklukkan Konstantinopel. Untuk ilmu perang, ayahnya mendatangkan panglima-panglima yang paling berpengalaman untuk mendidik beliau. Beliau sendiri adalah seorang cendekiawan yang gemar mengumpulkan ilmuwan-ilmuwan di istana untuk berdiskusi.

Pada usia 19 tahun beliau naik tahta menggantikan ayahnya. Mulailah persiapan penaklukan dilakukannya. Beliau mendidik tentara dan rakyatnya agar menjadi orang-orang yang ertaqwa. Seluruh tentara dan rakyatnya dididik agar sanggup bangun malam dan merintih munajat pada Tuhan. Sebaliknya di siang hari mereka adalah singa-singa yang berjuang di jalan Allah. Beliau juga mengadakan operasi intelijen untuk membebaskan seorang ahli pembuat meriam dari penjara Romawi. Bersama para insinyurnya beliau membangun benteng, kapal-kapal perang dan meriam-meriam yang canggih untuk ukuran zaman itu. Bahkan dalam membangun benteng Rumeli Hasari di Selat Bosphorus beliau turun tangan ikut mengangkat batu dan pasirnya.

Takluknya Konstantinopel

Setelah persiapan matang, dimulailah penyerbuan ke Konstatinopel. Perang yang hebat berkecamuk lebih satu bulan, belum juga tampak tanda-tanda kemenangan. Bahkan pasukan Islam mengalami kesukaran mendekati benteng Romawi di tepi Selat Bosphorus tersebut karena di taut pasukan Romawi memasang rantairantai berukuran besar yang sangat panjang hingga menghalangi kapal yang akan mendekat. Dalam ketidakpastian itu Sultan Muhammad Al Fateh bertanya pada syeikhnya yang mulia, “Wahai Guruku, kapankah saat yang dijanjikan itu tiba?” Syeikh Syamsuddin Al Wali menjawab, “Pada hari ke 53, hari Selasa pukul 11 pagi.” Ini adalah ilham berbentuk berita ghaib yang diterima oleh Syeikh Syamsuddin Al Wali. Sultan Muhammad sangat yakin pada ilham gurunya. Beliau makin bersungguh-sungguh meningkatkan ketaqwaan pada Allah dan mengajak tentaranya melaksanakan hal yang serupa sebab hanya orang bertaqwa yang mendapat bantuan Tuhan.

Pada suatu malam di butan Mei 1453 terjadilah peristiwa yang luar biasa. Para insinyur Sultan telah menemukan inovasi teknologi luar biasa yang bisa disebut terobosan besar di zaman itu. Mereka berusaha membuat agar kapal-kapal perang Islam dapat berjalan di darat. Dengan memutari selat, pada tengah malam tibalah kapat-kapal pasukan Sultan Muhammad At Fateh ke bagian belakang benteng Konstantinopel. Kota Konstantinopel sebenarnya adalah kota yang sangat strategis karena ditindungi oleh benteng alami, yaitu perbukitan. Kapal-kapal tentara Islam yang berjumlah 70 kapat mendarat di Semenanjung Pera di pinggir perbukitan itu dan berusaha mendakinya. Terjadilah keajaiban yang merupakan karamah bantuan Tuhan di malam itu. Secara lahiriyah, meskipun kapal-kapal tersebut dapat ‘dipaksa’ berjalan di darat dengan menggunakan balok-balok kayu raksasa tapi tetap saja untuk mendaki bukit untuk membawa 70 kapat layar berukuran besar dalam tempo beberapa jam adalah hal yang mustahil. Apa yang sebenarnya terjadi? Kapal-kapal itu bukanlah berjalan di darat tetapi seakan melayang mendaki dan menyusuri perbukitan sejauh 16 km sampai di Golden Horn sehingga operasi pendaratan 5.000 pasukan itu selesai dalam waktu singkat. Dari sanalah mereka menyerbu Konstantinopet. Paginya, pada hari Selasa 29 Mei 1453 Konstantinopel takhluk ke tangan tentara Islam di bawah pimpinan Sultan Muhammad Al Fateh.

konstantinopel.jpg

Telah diceritakan bahwa ketika Sultan Muhammad At Fateh memasuki Konstantinopet, para prajuritnya menemukan makam sahabat Rasulullah SAW yaitu Abu Ayyub Al Anshari ra. Di makam tersebut mereka melihat sebagian kaki Abu Ayyub tersembul keluar dari tanah. Kaki tersebut putih bersih, sama sekali tidak terlihat rusak walaupun beliau telah wafat selama 600 tahun. Inilah karamah para sahabat Nabi. Sultan panglimanya bergiliran mencium kaki tersebut. Giliran Sultan yang terakhir. Ketika Sultan Muhammad Al Fateh akan mencium kaki Sahabat Rasulullah itu, tiba-tiba kaki tersebut masuk ke dalam tanah. Telah diceritakan pula bahwa pada sore hari setelah penaklukan bersejarah itu Syeikh Syamsuddin Al Wali bermimpi bertemu dengan Abu Ayyub Al Anshari. Beliau (Abu Ayyub) menyampaikan ucapan selamat pada Sultan Muhammad Al Fateh karena berhasil menaklukkan Konstantinopel dan menyatakan bahwa beliaulah yang sepatutnya mencium kaki Sultan Muhammad Al Fateh sebagai orang yang dijanjikan oleh Rasulullah SAW.

Pada hari Jum’at pertama di Konstantinopel, ketika diadakan shalat Jum’at untuk pertama kalinya, terjadi kebingungan dalam menentukan siapa yang menjadi imam. Sultan pun dengan lantang meminta seluruh tentaranya berdiri dan mengajukan pertanyaan: “Siapa di antara kalian yang sejak baligh hingga saat ini pernah meninggalkan shalat fardhu silakan duduk!” Tidak ada seorang pun yang duduk. Ini berarti seluruh tentara Sultan sejak usia baligh tidak pernah meninggalkan shalat fardhu.

Sultan berkata lagi, “Siapa yang sejak baligh hingga saat ini pernah meninggatkan shalat sunat rawatib silakan duduk!” Sebagian tentaranya masih tegak berdiri dan sebagian lagi duduk. Jadi sebagian tentara sultan sejak balighnya tidak pernah meninggalkan shalat sunat rawatib.

Kemudian Sultan berkata lagi, “Siapa yang sejak baligh hingga hari ini pernah meninggalkan shalat tahajud silakan duduk!” Kali ini seluruh tentara duduk. Yang tinggal berdiri hanya Sultan sendiri. Ternyata sejak usia baligh Sultan belum pernah meninggalkan shalat tahajud sehingga beliaulah yang paling pantas menjadi imam shalat Jum’at. Memang benarlah kata Rasulullah SAW, “Sebaik-baik pemimpin, sebaik-baik tentara dan sebaik-baik rakyat.”

[Taken from Kawan Sejati Magazine vol 11/ TH III/ 07]

Iran Crisis: The Empire Strikes Back? ..or something else?


persiangate.jpg

Krisis nuklir Iran mencuri perhatian dunia. Perseteruan Iran dengan AS dan beberapa negara lain soal pengembangan teknologi nuklir menuai beragam reaksi. Sebagian pihak menyanjung kesan berani yang dtunjukkan oleh Iran. Namun, apakah yang sebenarnya terjadi?

Iran, sebuah negara di Teluk Persia. Inilah negara bangsa Persia. Bangsa Persia memiliki catatan yang cukup panjang dalam sejarah. Dan sejarah Iran dimulai lebih dari 3000 tahun yang lalu ketika suku bangsa Arya bermigrasi ke wilayah itu. Inilah cikal bakal bangsa Persia. Dan ketika itu juga wilayah tersebut mendapatkan namanya yaitu ‘Iran’ yang berarti ‘Tanah Bangsa Arya’ (‘The Land of The Aryan‘)

Bangsa Persia mencapai kejayaannya sekitar menjelang tahun 500 SM sebagai sebuah negara adikuasa yang menguasai wilayah Timur dan Barat yaitu dari kawasan India saat ini sampai ke Laut Tengah dan Afrika Utara. Tercatat sebagai ‘was the largest empire the world had ever seen’. Imperium ini diasaskan oleh Raja Kûrush (Cyrus the Great), diyakini sebagai sosok legendaris yang disebut sebagai Dzulqarnain (berarti: yang memiliki dua tanduk). Raja Kûrush berhasil menundukkan serangan bangsa Yunani dari Lydia atas kerajaan Persia dan juga mengalahkan kerajaan Babilonia sehingga bangsa Israel di waktu itu terbebas dari penjajahan Babilonia. Sepeninggal Raja Kûrush imperium ini diwariskan kepada penerusnya.

Puluhan tahun kemudian bangsa Persia melakukan ekspansi ke wilayah Athena dan Sparta. Namun upaya Persia untuk menundukkan bangsa Yunani ini menemui kegagalan. Yang pertama di masa pemerintahan Raja Dârayavahush (Darius) mereka dikalahkan oleh pasukan Athena di Marathon dan yang kedua di masa pemerintahan Raja Khshayarsha (Xerxes) mereka dikalahkan di Platea setelah sebelumnya berhasil mengatasi 7000 orang pasukan penghalang Yunani-Sparta di Thermopylae dan menguasai Athena. (Iran mengkritik film Holywood, ‘300′ (2007), yang dibuat dengan sudut pandang Yunani.) Selanjutnya perseteruan menjadi lebih stabil sebelum satu abad kemudian wilayah Persia dikuasai oleh Alexander of Macedonia pada abad ke-4 SM.

theempire.jpg

Kemudian setelah pengaruh Alexander memudar, maka wilayah ini menjadi rebutan beberapa dinasti sebelum kemudian kembali ke tangan bangsa Persia dan kembali menjadi sebuah imperium. Saat itu imperium Romawi telah muncul sebagai kekuatan di Eropa dan Laut Tengah. Maka perseteruan dua negara adikuasa ini terus belangsung berabad-abad sampai akhirnya kemunculan Islam di abad ke-7 M menggulung kekuasaan Romawi dan mengubah bangsa Persia-Majusi menjadi muslim.

Namun, tidak lama kemudian muncul ajaran yang memisahkan diri dari ajaran Islam yang menjadikan bangsa Persia sebagai media perkembangbiakkannya. Itulah ajaran Syiah yang meniti di atas semangat chauvinisme bangsa Arya. Penganut Syiah memuja keluarga dan turunan Nabi Muhammad namun tidak pada tempatnya. Mereka sangat membanggakan darah keturunan Sayidina Husain bin Ali, cucu Nabi Muhammad. Mengapa? Karena satu-satunya keturunan Sayidina Hussain yang selamat dari pembantaian di Karbala adalah Sayidina Ali Zainal Abidin yang ibundanya adalah seorang putri raja Persia yang masuk Islam kemudian dinikahi oleh Sayidina Hussain. Dengan kata lain, darah bangsa Arya menyatu dengan darah Rasul-rasul. Artinya, chauvinisme dan ideologi kebangsaan telah mencampuri kemurnian ajaran Islam.

Ajaran Syiah (Syiah Rafidhah) dirintis oleh Abdullah bin Saba’ seorang Yahudi yang menyatakan diri menjadi muslim di masa Khalifah Utsman bin Affan. Ajaran ini tidak mendapat tempat di waktu itu dan bahkan ketika Sayidina Ali bin Abi Thalib menjadi Khalifah berikutnya Abdullah bin Saba’ diusir dari Madinah. Namun akhirnya ajaran ini terus bekembang dan akhirnya dapat dikatakan telah menjadi agama yang tersendiri, terpisah dari Islam salah satunya karena kitab agamanya yang juga tersendiri, disebut ‘Al Quran’ Fathimiyah. Kitab ini memuat ayat-ayat satu setengah kali lebih banyak daripada Al Quran sebenarnya. Dengan kata lain mengatakan bahwa Rasulullah telah menyembunyikan wahyu-wahyu tertentu untuk disampaikan hanya kepada keluarga beliau. Artinya, Rasulullah tidak besifat ‘tabligh‘ atau ‘menyampaikan’. Sedangkan sifat-sifat Allah dan sifat Rasul adalah prinsip-prinsip paling mendasar dalam Islam. Dengan demikian kita bisa memahami mengapa seluruh ulama bersuara bulat dalam fatwa mereka bahwa agama Syiah adalah agama tersendiri dan bukan bagian dari Islam.

Sayidina Ali Zainal Abidin sendiri pernah mengatakan,

“Sesungguhnya kaum Yahudi ‘mencintai’ (Nabi) Uzair sampai mereka mengatakan tentang Uzair itu sesuka hatinya, padahal Uzair bukanlah dari golongan mereka dan mereka pun bukan dari golongan Uzair.
Begitu juga Nasrani sangat ‘mencintai’ (Nabi) Isa sampai mereka mengatakan tantang Isa itu sesuka hatinya, padahal Isa itu bukan dari golongan mereka dan mereka bukan dari golongan Isa.
Dan aku pun senasib dengan itu, yaitu satu kaum dari golongan kami sangat ‘mencintai’ kami sampai mereka berani mengatakan tentang kami seperti yang dikatakan oleh Yahudi tentang Uzair dan Nasrani tentang Isa, padahal mereka bukan dari golongan kami dan kami bukan dari golongan mereka..”

Pada perkembangannya agama Syiah ini menjadi agama bangsa yang menjadi penyokong nasionalisme Iran. Sebagaimana juga bangsa Israel dengan agama Yahudinya. Berbeda dengan nasionalisme sekuler bangsa lain, nasionalisme keduanya adalah bagian pilar-pilar keimanan mereka. Kemiripan keduanya tentu bukan sesuatu yang kebetulan jika melihat akar kemunculan agama Syiah di tangan seorang Abdullah bin Saba’.

nuclear.jpg

Dan kini nasionalisme Iran tampil ke panggung dunia, membawa semangat dan keyakinan agama Syiah untuk menyiapkan kedatangan ‘Al Mahdi’ versi agama Syiah yang mereka tunggu tunggu kedatangannya. Dalam keimanan agama Syiah ‘Al Mahdi’ ini diyakini akan membawa kemenangan besar bagi agama Syiah diatas agama-agama lain.

Namun penganut agama Syiah bukan satu-satunya yang menantikan kedatangan sosok ‘Al Mahdi’. Orang-orang Yahudi juga menantikan ‘Al Mahdi’-nya untuk menjadikan bangsa Israel sebagai bangsa di atas segala bangsa. Sedangkan penganut Christianity menantikan kedatangan kembali Jesus ke dunia.

Begitu juga pemeluk agama para Nabi dan Rasul: Islam. Meskipun bukan bagian dari 6 Rukun (pilar) Iman, namun Islam telah dengan jelas menyebutkan kedatangan dua pribadi yang dijanjikan: Imamul Mahdi yang sebenarnya dan Isa bin Maryam Rasulullah yang akan turun kembali, mengikuti syariat Nabi Muhammad dan menegakkan yang haq di atas yang batil serta memenuhi dunia dengan keadilan sebagaimana sebelumnya telah dipenuhi oleh kezaliman. Siapa benar?

Lebih menarik lagi, dalam eskatologi Islam disebutkan:
“The Dajjal would be followed by seventy thousand Jews of Isfahan wearing Persian shawls…” -Shahih Muslim-

(Isfahan/Esfahan: nama sebuah kota di Iran.)

Dan kini, krisis Iran tidak lagi sesederhana kelihatannya…