Kamis, 02 April 2009

Iran Crisis: The Empire Strikes Back? ..or something else?


persiangate.jpg

Krisis nuklir Iran mencuri perhatian dunia. Perseteruan Iran dengan AS dan beberapa negara lain soal pengembangan teknologi nuklir menuai beragam reaksi. Sebagian pihak menyanjung kesan berani yang dtunjukkan oleh Iran. Namun, apakah yang sebenarnya terjadi?

Iran, sebuah negara di Teluk Persia. Inilah negara bangsa Persia. Bangsa Persia memiliki catatan yang cukup panjang dalam sejarah. Dan sejarah Iran dimulai lebih dari 3000 tahun yang lalu ketika suku bangsa Arya bermigrasi ke wilayah itu. Inilah cikal bakal bangsa Persia. Dan ketika itu juga wilayah tersebut mendapatkan namanya yaitu ‘Iran’ yang berarti ‘Tanah Bangsa Arya’ (‘The Land of The Aryan‘)

Bangsa Persia mencapai kejayaannya sekitar menjelang tahun 500 SM sebagai sebuah negara adikuasa yang menguasai wilayah Timur dan Barat yaitu dari kawasan India saat ini sampai ke Laut Tengah dan Afrika Utara. Tercatat sebagai ‘was the largest empire the world had ever seen’. Imperium ini diasaskan oleh Raja Kûrush (Cyrus the Great), diyakini sebagai sosok legendaris yang disebut sebagai Dzulqarnain (berarti: yang memiliki dua tanduk). Raja Kûrush berhasil menundukkan serangan bangsa Yunani dari Lydia atas kerajaan Persia dan juga mengalahkan kerajaan Babilonia sehingga bangsa Israel di waktu itu terbebas dari penjajahan Babilonia. Sepeninggal Raja Kûrush imperium ini diwariskan kepada penerusnya.

Puluhan tahun kemudian bangsa Persia melakukan ekspansi ke wilayah Athena dan Sparta. Namun upaya Persia untuk menundukkan bangsa Yunani ini menemui kegagalan. Yang pertama di masa pemerintahan Raja Dârayavahush (Darius) mereka dikalahkan oleh pasukan Athena di Marathon dan yang kedua di masa pemerintahan Raja Khshayarsha (Xerxes) mereka dikalahkan di Platea setelah sebelumnya berhasil mengatasi 7000 orang pasukan penghalang Yunani-Sparta di Thermopylae dan menguasai Athena. (Iran mengkritik film Holywood, ‘300′ (2007), yang dibuat dengan sudut pandang Yunani.) Selanjutnya perseteruan menjadi lebih stabil sebelum satu abad kemudian wilayah Persia dikuasai oleh Alexander of Macedonia pada abad ke-4 SM.

theempire.jpg

Kemudian setelah pengaruh Alexander memudar, maka wilayah ini menjadi rebutan beberapa dinasti sebelum kemudian kembali ke tangan bangsa Persia dan kembali menjadi sebuah imperium. Saat itu imperium Romawi telah muncul sebagai kekuatan di Eropa dan Laut Tengah. Maka perseteruan dua negara adikuasa ini terus belangsung berabad-abad sampai akhirnya kemunculan Islam di abad ke-7 M menggulung kekuasaan Romawi dan mengubah bangsa Persia-Majusi menjadi muslim.

Namun, tidak lama kemudian muncul ajaran yang memisahkan diri dari ajaran Islam yang menjadikan bangsa Persia sebagai media perkembangbiakkannya. Itulah ajaran Syiah yang meniti di atas semangat chauvinisme bangsa Arya. Penganut Syiah memuja keluarga dan turunan Nabi Muhammad namun tidak pada tempatnya. Mereka sangat membanggakan darah keturunan Sayidina Husain bin Ali, cucu Nabi Muhammad. Mengapa? Karena satu-satunya keturunan Sayidina Hussain yang selamat dari pembantaian di Karbala adalah Sayidina Ali Zainal Abidin yang ibundanya adalah seorang putri raja Persia yang masuk Islam kemudian dinikahi oleh Sayidina Hussain. Dengan kata lain, darah bangsa Arya menyatu dengan darah Rasul-rasul. Artinya, chauvinisme dan ideologi kebangsaan telah mencampuri kemurnian ajaran Islam.

Ajaran Syiah (Syiah Rafidhah) dirintis oleh Abdullah bin Saba’ seorang Yahudi yang menyatakan diri menjadi muslim di masa Khalifah Utsman bin Affan. Ajaran ini tidak mendapat tempat di waktu itu dan bahkan ketika Sayidina Ali bin Abi Thalib menjadi Khalifah berikutnya Abdullah bin Saba’ diusir dari Madinah. Namun akhirnya ajaran ini terus bekembang dan akhirnya dapat dikatakan telah menjadi agama yang tersendiri, terpisah dari Islam salah satunya karena kitab agamanya yang juga tersendiri, disebut ‘Al Quran’ Fathimiyah. Kitab ini memuat ayat-ayat satu setengah kali lebih banyak daripada Al Quran sebenarnya. Dengan kata lain mengatakan bahwa Rasulullah telah menyembunyikan wahyu-wahyu tertentu untuk disampaikan hanya kepada keluarga beliau. Artinya, Rasulullah tidak besifat ‘tabligh‘ atau ‘menyampaikan’. Sedangkan sifat-sifat Allah dan sifat Rasul adalah prinsip-prinsip paling mendasar dalam Islam. Dengan demikian kita bisa memahami mengapa seluruh ulama bersuara bulat dalam fatwa mereka bahwa agama Syiah adalah agama tersendiri dan bukan bagian dari Islam.

Sayidina Ali Zainal Abidin sendiri pernah mengatakan,

“Sesungguhnya kaum Yahudi ‘mencintai’ (Nabi) Uzair sampai mereka mengatakan tentang Uzair itu sesuka hatinya, padahal Uzair bukanlah dari golongan mereka dan mereka pun bukan dari golongan Uzair.
Begitu juga Nasrani sangat ‘mencintai’ (Nabi) Isa sampai mereka mengatakan tantang Isa itu sesuka hatinya, padahal Isa itu bukan dari golongan mereka dan mereka bukan dari golongan Isa.
Dan aku pun senasib dengan itu, yaitu satu kaum dari golongan kami sangat ‘mencintai’ kami sampai mereka berani mengatakan tentang kami seperti yang dikatakan oleh Yahudi tentang Uzair dan Nasrani tentang Isa, padahal mereka bukan dari golongan kami dan kami bukan dari golongan mereka..”

Pada perkembangannya agama Syiah ini menjadi agama bangsa yang menjadi penyokong nasionalisme Iran. Sebagaimana juga bangsa Israel dengan agama Yahudinya. Berbeda dengan nasionalisme sekuler bangsa lain, nasionalisme keduanya adalah bagian pilar-pilar keimanan mereka. Kemiripan keduanya tentu bukan sesuatu yang kebetulan jika melihat akar kemunculan agama Syiah di tangan seorang Abdullah bin Saba’.

nuclear.jpg

Dan kini nasionalisme Iran tampil ke panggung dunia, membawa semangat dan keyakinan agama Syiah untuk menyiapkan kedatangan ‘Al Mahdi’ versi agama Syiah yang mereka tunggu tunggu kedatangannya. Dalam keimanan agama Syiah ‘Al Mahdi’ ini diyakini akan membawa kemenangan besar bagi agama Syiah diatas agama-agama lain.

Namun penganut agama Syiah bukan satu-satunya yang menantikan kedatangan sosok ‘Al Mahdi’. Orang-orang Yahudi juga menantikan ‘Al Mahdi’-nya untuk menjadikan bangsa Israel sebagai bangsa di atas segala bangsa. Sedangkan penganut Christianity menantikan kedatangan kembali Jesus ke dunia.

Begitu juga pemeluk agama para Nabi dan Rasul: Islam. Meskipun bukan bagian dari 6 Rukun (pilar) Iman, namun Islam telah dengan jelas menyebutkan kedatangan dua pribadi yang dijanjikan: Imamul Mahdi yang sebenarnya dan Isa bin Maryam Rasulullah yang akan turun kembali, mengikuti syariat Nabi Muhammad dan menegakkan yang haq di atas yang batil serta memenuhi dunia dengan keadilan sebagaimana sebelumnya telah dipenuhi oleh kezaliman. Siapa benar?

Lebih menarik lagi, dalam eskatologi Islam disebutkan:
“The Dajjal would be followed by seventy thousand Jews of Isfahan wearing Persian shawls…” -Shahih Muslim-

(Isfahan/Esfahan: nama sebuah kota di Iran.)

Dan kini, krisis Iran tidak lagi sesederhana kelihatannya…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar